BANJARBARU – Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menggelar Rapat Koordinasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sebagai langkah strategis memperkuat pencegahan dan penanganan kasus perdagangan orang yang masih menjadi ancaman serius di Indonesia, termasuk di Kalsel.
Kepala DP3AKB Provinsi Kalsel, Husnul Hatimah, dalam sambutannya menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab yang diatur jelas dalam kerangka hukum nasional. Hal tersebut merujuk pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 serta Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2023.
“Sebagaimana tertuang dalam regulasi tersebut, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab strategis untuk memastikan upaya pencegahan dan penanganan TPPO berjalan dengan baik, terstruktur, dan berkesinambungan,” ujar Husnul di Banjarbaru, Selasa (2/12/2025) melansir dari MC Kalsel.
Ia menekankan bahwa TPPO tidak dapat dipandang sebagai persoalan hukum semata, melainkan isu kemanusiaan yang mengancam harkat dan martabat manusia.
“TPPO adalah kejahatan terorganisir yang terus berkembang dan selalu menyesuaikan modus operasinya. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman langsung terhadap martabat manusia,” tegasnya.
Husnul menerangkan bahwa korban TPPO tidak hanya perempuan dan anak, tetapi juga pekerja migran yang seringkali berangkat dengan harapan memperbaiki ekonomi keluarga, namun justru terjerat eksploitasi.
Untuk menjawab tantangan tersebut, ia menegaskan perlunya sistem pengawasan, pendampingan, dan respons cepat yang melibatkan seluruh sektor terkait.
Pemprov Kalsel melalui Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO terus memperkuat koordinasi lintas instansi, dan rapat koordinasi ini menjadi bagian penting dari upaya tersebut.
“Kita ingin memastikan seluruh perangkat daerah, aparat penegak hukum, layanan kesehatan, pendidikan, hingga lembaga sosial bekerja dalam satu alur yang padu dan terintegrasi,” jelasnya.
Dalam rapat tersebut, Husnul Hatimah menyoroti empat fokus utama yang menjadi perhatian bersama seperti Deteksi dini potensi TPPO yang mana perangkat daerah diminta melakukan pemetaan wilayah rawan, membangun sistem pelaporan cepat, serta meningkatkan kapasitas aparatur agar mampu mengenali indikasi perdagangan orang sejak dini.
Selanjutnya, Penguatan sistem pelayanan bagi korban TPPO membutuhkan penanganan menyeluruh, mulai dari layanan medis, psikologis, hukum, hingga rehabilitasi sosial. Koordinasi antar-unit layanan harus diperkuat agar tidak terjadi keterlambatan penanganan atau duplikasi tugas.
Upaya pencegahan harus menyentuh akar persoalan dengan memberikan pemahaman mengenai risiko TPPO, termasuk bahaya iming-iming pekerjaan yang tidak jelas, pernikahan dini, hingga berbagai praktik eksploitasi lainnya.
Sinergi berbagai lembaga seperti kepolisian, kejaksaan, imigrasi, BP3MI, dinas tenaga kerja, dinas sosial, dan dinas PPPAKB menjadi kunci keberhasilan penanganan kasus TPPO.
Di akhir sambutannya, Husnul memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang hadir dan berperan dalam kegiatan tersebut.
“Saya mengapresiasi DP3AKB Kalsel selaku penyelenggara, serta seluruh narasumber dari kepolisian, kejaksaan, BP3MI, dan instansi lainnya. Semoga materi yang disampaikan dapat memperkuat tata kelola pencegahan dan penanganan TPPO ke depan,” ujarnya.
Ia berharap rapat koordinasi tersebut menghasilkan langkah nyata, bukan sekadar rekomendasi di atas kertas.
“Melalui rapat koordinasi ini, kita tidak hanya ingin menghasilkan rekomendasi, tetapi memastikan setiap rekomendasi ditindaklanjuti dengan langkah konkret. Mari bersama membangun Kalsel sebagai wilayah yang aman, ramah, dan bebas dari segala bentuk perdagangan orang,” tutupnya.(lokalhits)



