Mediasi DPRD Kalsel Antara Warga Rantau Bakula dan PT MMI Mulai Temukan Titik Terang

Direktur Utama PT MMI, Yudha Ramon

BANJARMASIN – Konflik panjang antara warga Desa Rantau Bakula, Kabupaten Banjar, dengan PT Merge Mining Industri (MMI) akhirnya menunjukkan titik terang.

Komisi III DPRD Kalimantan Selatan yang memediasi persoalan ini menyebut proses dialog mulai membuahkan hasil positif.

Dalam pertemuan yang digelar Senin siang (28/7) di Gedung DPRD Kalsel, hadir jajaran manajemen PT MMI, perwakilan warga, serta UPTD Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalsel. Salah satu agenda penting dalam rapat tersebut adalah penyampaian hasil uji laboratorium terhadap kualitas air, udara, dan tingkat kebisingan di sekitar lokasi tambang.

Ketua Komisi III DPRD Kalsel, Apt. Mustaqimah, menyampaikan bahwa berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan DLH, seluruh parameter lingkungan masih berada di bawah ambang batas baku mutu yang ditetapkan.

“Dari hasilnya, dampak kegiatan pertambangan PT MMI tidak melebihi ambang batas yang ditentukan. Artinya, tidak ada pelanggaran lingkungan,” ujar Mustaqimah usai rapat.

Dengan terbitnya hasil uji laboratorium tersebut, pembahasan kemudian difokuskan pada persoalan utama yang dikeluhkan warga, yakni pembebasan lahan.

Direktur Utama PT MMI, Yudha Ramon, mengakui bahwa sejak awal isu yang mencuat bukanlah soal lingkungan, melainkan soal pembebasan lahan warga yang terdampak aktivitas tambang.

“Semua pihak sepakat bahwa persoalan ini bukan tentang pencemaran, tapi menyangkut lahan. Kami berkomitmen menyelesaikannya secara adil dan tidak merugikan siapa pun, termasuk masyarakat,” jelasnya.

PT MMI menyatakan siap membeli lahan milik warga, selama dokumen kepemilikan jelas, sah, dan aman. Hal ini untuk menghindari potensi persoalan hukum di kemudian hari.

“Kalau surat tanahnya tidak lengkap lalu dijual, nanti yang dirugikan warga sendiri. Kami ingin semuanya aman baik masyarakat maupun perusahaan,” tambah Yudha.

Yudha juga menyampaikan, dari 28 pengajuan lahan yang diterima perusahaan, sejauh ini baru ada 8 sertifikat tanah yang benar-benar lengkap. Dalam beberapa kasus, satu sertifikat diklaim oleh lebih dari satu keluarga, sehingga memerlukan proses verifikasi mendalam.

“Kami harus pastikan siapa pemilik sahnya, apakah sertifikatnya asli, dan siapa yang menempati lahannya,” ujarnya.

Sementara itu, perwakilan warga RT 04 Desa Rantau Bakula, Mariadi, menjelaskan bahwa persoalan ini sudah mulai diurus sejak tahun 2008. Namun, berbagai hambatan termasuk pandemi COVID-19 dan pergantian manajemen perusahaan membuat negosiasi lahan terus tertunda.

“Sekitar 27 rumah meminta lahannya dibebaskan. Tapi jumlah surat tanahnya sekitar 18 atau 19. Saat ini perusahaan masih memeriksa keabsahan dokumen kami,” jelasnya.

Dengan mediasi yang berjalan kondusif, Komisi III DPRD Kalsel memberikan ruang dialog lanjutan di lantai 4 Gedung “B” DPRD kepada kedua belah pihak untuk membahas teknis penggantian lahan, sambil menunggu hasil verifikasi dokumen selesai.

Mediasi yang difasilitasi DPRD Kalsel membuka jalan penyelesaian yang adil antara warga dan perusahaan tambang. Fokus kini tertuju pada verifikasi legalitas surat tanah sebelum memasuki tahap negosiasi harga.(lokalhits)

Penulis Ani
Editor Riza

Artikel Lainnya

Scroll to Top