BANJARMASIN – Senja di Sungai Barito bukan lagi sekadar perubahan warna langit. Di saat cahaya keemasan mulai menyapu permukaan air, sebuah siluet muncul, memikat mata siapa pun yang menatap ke hilir.
Sebuah kapal bergaya Pinisi, menjulang dengan layar segitiga yang menari pelan tertiup angin, membelah ketenangan air dengan penuh anggun.
Inilah Kapal Layar Motor (KLM) Wisata Pinisi Barito River Cruise yang dioperasikan PT Ambapers kebanggaan baru Kalimantan Selatan, yang lahir bukan sekadar sebagai alat transportasi, tapi sebagai simbol transformasi pariwisata sungai di Banua.
Diluncurkan pada 12 Februari 2025, Kapal Layar Motor Wisata Pinisi langsung mencuri perhatian publik.
Wujudnya yang megah, dan berlayar di jantung Sungai Barito, menghadirkan romansa laut di antara budaya sungai yang sudah turun-temurun menghidupi masyarakat Kalimantan Selatan.
Namun, kapal ini bukan sekadar replika nostalgia. Ia adalah jembatan antara masa lalu yang kaya, masa kini yang berkembang, dan masa depan yang menjanjikan.
Setiap keberangkatan kapal adalah kisah yang siap dilayarkan. Dua rute ditawarkan, masing-masing menghadirkan pengalaman yang tak terlupakan.
Rute jauh memakan waktu tiga jam, menyusuri jalur dari Basirih hingga Jembatan Barito pulang-pergi, membawa penumpang melewati rumah-rumah terapung dan kehidupan pesisir yang masih sangat autentik.
Rute pendek pun tak kalah memikat. Perjalanan menuju Banjar Raya dan Pulau Kembang, atau pelayaran sore mengejar matahari terbenam sambil diiringi hiburan akustik di atas geladak, menjadi magnet baru bagi wisatawan lokal maupun luar daerah.
Harga tiket, mulai dari Rp230.000 hingga Rp300.000, bukan hanya membeli kursi di kapal. Tapi membeli waktu, suasana, dan cerita. Membeli kesempatan untuk melihat Barito dari sudut yang selama ini jarang dijamah, sambil mendengarkan narasi budaya dari pemandu dan menyerap sejarah maritim Banua yang terselip dalam hembusan angin sore.
Di balik keelokan kapal, terdapat data yang menegaskan bahwa ini bukan sekadar proyek estetika. Direktur Utama PT Ambapers Kalsel, Dr. H. Zulfadli Gazali, mencatat peningkatan signifikan dalam pendapatan layanan wisata sungai ini.
“Awalnya hanya sekitar Rp50 juta per bulan. Sekarang, sudah menembus Rp216 juta, dan trennya terus naik,” ungkapnya dengan penuh optimisme.
Kapal ini memang hanya menampung 40 penumpang per pelayaran, namun daya tariknya melampaui kapasitas. Apa yang membuat orang terus datang? Jawabannya bukan hanya rute atau harga, tapi pengalaman yang dibungkus dalam suasana.
Kayu-kayu geladak yang menghangatkan kaki, langit yang berubah warna, musik lembut yang menemani, dan senyum awak kapal yang menyambut dengan tulus.
Kesuksesan ini memantik mimpi baru. Tawaran kerja sama pun berdatangan. Ada pihak ketiga yang tertarik menambah armada.

Namun, PT Ambapers memilih tidak membeli kapal baru, tapi membangun sendiri dengan menggerakkan pengusaha lokal, galangan kapal, dan pelaku ekonomi kreatif di Banua.
Ini bukan hanya soal pariwisata. Ini tentang membangun ekosistem. Tentang memberdayakan tangan-tangan terampil yang selama ini terpinggirkan.
Namun, tak semua rencana berlayar mulus. Salah satu titik singgah yang menjanjikan, Pulau Kembang, masih memiliki kendala. Dermaganya belum memadai. Kedalaman sungai tak cukup, konstruksinya belum aman.
Padahal, jika dermaga diperbaiki, potensi ekonominya sangat besar. Wisatawan bisa turun, menyapa warga lokal, membeli suvenir, mencicipi kuliner khas, dan memberi napas baru bagi pelaku UMKM setempat.
Dukungan pun mulai mengalir. Adrizal, anggota Komisi II DPRD Kalsel menyebut KLM Pinisi sebagai lokomotif baru sektor pariwisata daerah.
“Tidak hanya sekadar menikmati sunset dari atas kapal, kita berharap nanti ada titik singgah di beberapa pulau atau lokasi menarik. Di setiap tempat itu bisa dihadirkan pelaku usaha lokal sehingga memberikan dampak ekonomi langsung bagi UMKM,” ucap anggota komisi yang membidangi ekonomi dan keuangan tersebut.
Ia juga berharap respon masyarakat terhadap kapal ini positif, bahkan membuat para investor tertarik untuk ikut mendukung program edukasi maritim sekaligus mengembangkan wisata sungai di Kalsel.
Ia membandingkan potensi wisata Kalsel dengan Bali. Menurutnya, walau Bali sudah menjadi pusat pariwisata dunia, Kalsel juga memiliki potensi besar yang belum tergarap optimal.
“Kalau dikelola maksimal, sektor wisata bisa menjadi sumber pendapatan daerah yang signifikan,” tambahnya.
Dari sisi strategis, Bank Indonesia Kalsel menyebut sektor ini sebagai investasi jangka panjang.
Kepala Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Kalsel, Fadjar Majardi, menyatakan pihaknya konsisten mendorong promosi investasi di sektor pariwisata sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi daerah.
“Investasi terbarukan termasuk pariwisata menjadi fokus kami untuk memberikan nilai tambah bagi perekonomian Kalsel,” ujarnya.
Namun begitu Ia menegaskan, setiap proyek yang dipromosikan ke luar daerah maupun luar negeri harus melalui proses verifikasi menyeluruh agar benar-benar siap ditawarkan kepada investor.
“Dengan persiapan yang matang, peluang untuk menarik investor akan semakin besar dan manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Kalsel,” jelasnya.
Data Badan Pusat Statistik menguatkan optimisme itu. Juni 2025 mencatat 1.652.216 perjalanan wisatawan nusantara ke Kalimantan Selatan naik 10,49 persen dari Mei, dan melonjak 93,61 persen dibanding tahun sebelumnya. Banjarmasin menjadi magnet utama dengan 301.777 perjalanan, disusul Banjarbaru dan Kabupaten Banjar.
Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, pun menaruh harapan besar.
“Kapal ini membuktikan bahwa Sungai Barito bukan hanya aliran air, tapi kekayaan budaya dan potensi wisata. Jangan sampai kita kalah dari negara lain yang punya jenis wisata serupa,” ujarnya.
Sungai Barito telah lama menjadi nadi kehidupan. Kini, ia kembali berdenyut lebih kencang tak hanya sebagai jalur ekonomi, tapi juga ruang rekreasi, edukasi, dan penghubung antarbudaya.
Setiap senja yang jatuh di atas Barito kini punya cerita baru. KLM Wisata Pinisi hadir sebagai pengingat bahwa wisata tak selalu harus mewah, asal ia mampu menyentuh rasa.
Ia bukan sekadar kapal, tapi perjalanan melintasi waktu, menyatu dalam budaya, dan berlayar menuju masa depan.
Dan saat layar segitiga itu kembali mengembang, kita tahu yang dibawanya bukan hanya penumpang, tapi juga harapan bahwa pariwisata sungai Banua tak sekadar bisa bertahan, tapi tumbuh menjadi ikon yang menyentuh hati dan membanggakan daerah.
Menikmati pemandangan dari kapal pinisi di Sungai Barito bisa menjadi pengalaman yang sangat memukau, apalagi dengan keindahan alam Kalimantan yang masih asri dan budaya lokal yang khas. Berikut tips untuk menikmati pengalaman itu secara maksimal :
Pilih waktu yang tepat, yakni pagi hari untuk udara segar dan melihat aktivitas warga lokal di tepi sungai dan senja waktu terbaik untuk menikmati matahari terbenam di atas sungai. Cahaya keemasan akan memantul di permukaan air sangat fotogenik.
Bawa kamera atau ponsel dengan kamera bagus karena banyak spot menarik seperti rumah lanting (rumah terapung khas Kalimantan), aktivitas perahu kecil warga, pemandangan hutan tropis di tepi sungai, satwa liar seperti burung, biawak, atau bahkan bekantan jika beruntung.(lokalhits)