BANJARMASIN – Tim gabungan dari Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda Kalimantan Selatan bekerja sama dengan personel KP Tekukur-5010 Korpolairud Baharkam Polri, berhasil mengamankan satu unit kapal motor nelayan (KMN) Mina Pangestu yang diduga melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan timur laut Pulau Sebuku, Kabupaten Kotabaru.
Penindakan ini dilakukan setelah adanya informasi terkait aktivitas illegal fishing di sekitar 12 mil laut dari Pulau Sebuku, tepatnya di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 713, pada koordinat 03º17.561’LS – 116º38.648’BT.
Kapal tersebut diduga menggunakan alat tangkap cantrang yang dilarang, karena memiliki diameter kurang dari dua inci dan berbentuk diamond, yang termasuk dalam kategori destructive fishing. Dalam operasi itu, petugas juga menyita 2,4 ton ikan hasil tangkapan serta mengamankan 19 anak buah kapal (ABK).
Dari hasil pemeriksaan, polisi menetapkan nahkoda kapal berinisial WJ, warga Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, sebagai tersangka. Sementara itu, 18 ABK lainnya masih berstatus sebagai saksi.
Kepala Ditpolairud Polda Kalsel, Kombes Pol Andi Adnan, menyampaikan bahwa penangkapan ikan dengan metode yang merusak ekosistem laut merupakan pelanggaran hukum yang serius.
“Penangkapan ikan dilindungi undang-undang, tetapi penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti cantrang berdiameter kecil, dilarang karena berdampak pada kelestarian laut,” ujarnya dalam konferensi pers di Pelabuhan Bawang Basirih, Banjarmasin, Jumat (25/4/2025).
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kalimantan Selatan, Rusdi Hartono, menyatakan apresiasinya terhadap penindakan ini. Ia menegaskan bahwa aktivitas cantrang ilegal sering menjadi keluhan nelayan lokal dan merugikan keberlanjutan sumber daya laut.
“Pengungkapan ini merupakan jawaban atas keresahan para nelayan lokal. Kami sangat mengapresiasi kerja sama aparat dalam memberantas destructive fishing,” katanya.
Para tersangka akan dijerat dengan Pasal 85 jo Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009, tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Dengan keberhasilan ini, Ditpolairud Polda Kalimantan Selatan menempati peringkat pertama nasional dalam pengungkapan kasus destructive fishing, dengan total 15 kasus selama tahun 2025. Peringkat kedua dan ketiga masing-masing ditempati oleh Polda Kalimantan Timur dan Polda Kepulauan Bangka Belitung.(lokalhits)