BALANGAN – PT Asabaru Daya Cipta Lestari (PT ADCL) lahir dari harapan besar. Didirikan Pemkab Balangan sebagai bagian dari visi-misi pasangan H. Abdul Hadi – H. Supiani pada Pilkada 2020, perusahaan ini digagas untuk menjawab keluhan klasik petani karet dimana harga jual yang terlalu rendah di tingkat petani dibanding pabrik.
Setelah melewati proses panjang dan kajian akademik yang melibatkan Universitas Lambung Mangkurat (ULM), PT ADCL akhirnya resmi berdiri sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Semua tahapan, mulai dari penunjukan direktur utama hingga penyertaan modal, dilakukan sesuai regulasi. Namun, tak lama setelah berdiri, harapan itu mulai goyah.
Permasalahan bermula ketika Direktur Utama PT ADCL menggunakan dana perusahaan tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Padahal, pengelolaan keuangan BUMD wajib mengacu pada aturan baku, termasuk melalui persetujuan RUPS sebagaimana diatur dalam Permendagri dan Peraturan Bupati (Perbup).
Dirut juga memindahkan dana perusahaan dari rekening resmi di Bank Kalsel ke Bank Mandiri tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari pemilik dan komisaris. Berbagai peringatan telah diberikan melalui Kabag Ekonomi, namun tak diindahkan.
Masalah ini akhirnya sampai ke Komisi I DPRD Kabupaten Balangan. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), terungkap bahwa dana PT ADCL telah digunakan oleh Dirut untuk operasional perusahaan tanpa prosedur sah.
Temuan ini segera dilaporkan kepada Bupati dan Sekda, yang merupakan pemilik dan komisaris PT ADCL. Mereka segera menggelar pertemuan, meminta Dirut mengembalikan dana ke rekening resmi Bank Kalsel, dan melayangkan surat tugas ke Inspektorat untuk melakukan audit keuangan.
Audit yang dilakukan Inspektorat Kabupaten Balangan menyimpulkan bahwa Dirut melakukan pelanggaran berat karena:
Mengelola keuangan tanpa RUPS.
Memindahkan dana ke rekening lain secara ilegal.
Inspektorat kemudian memberikan 3 rekomendasi penting:
Segera menggelar RUPS Luar Biasa.
Memberhentikan Dirut dari jabatannya beserta seluruh kewenangannya.
Melibatkan BPKP untuk melakukan audit investigasi, dan hasilnya diserahkan ke aparat penegak hukum.
Pemilik dan komisaris kemudian memanggil Dirut, memintanya mengembalikan dana perusahaan. Dirut meminta waktu 20 hari, dan permintaan itu dikabulkan.
Setelah 20 hari berlalu, digelar RUPS Luar Biasa Pertama. Saat ditanya mengenai aliran dana dan pertanggungjawaban, Dirut tidak membawa satu pun dokumen keuangan. Ia kembali meminta tambahan waktu 20 hari.
Setelah batas waktu kedua habis, digelar RUPS Luar Biasa Kedua. Kali ini, Dirut tetap tidak bisa memberikan pertanggungjawaban yang valid. Akhirnya, pemilik dan komisaris memutuskan memberhentikan Dirut secara resmi, mencabut semua kewenangannya. Seluruh proses RUPS terekam dan terdokumentasi lengkap, sesuai saran dari BPKP.
Menindaklanjuti rekomendasi, pemilik dan komisaris bersurat ke BPKP Kalimantan Selatan untuk melakukan audit investigasi menyeluruh. Hasil audit tersebut kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi untuk penanganan hukum lebih lanjut.
Kini, mantan Direktur Utama PT ADCL resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang dan pengelolaan keuangan secara ilegal.(lokalhits)