BANJARMASIN – Selama puluhan tahun, Kalimantan Selatan berdiri kokoh sebagai salah satu pilar energi nasional, dengan batubara sebagai komoditas andalan.
Dikenal sebagai “emas hitam”, batubara telah menjadi tulang punggung ekonomi di Banua dengan memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), menyerap tenaga kerja, serta menjadi sumber utama penerimaan daerah.
Kendati demikian, sebagaimana semua kejayaan dalam sejarah, era batubara tidak akan bertahan selamanya.
Dunia tengah bergerak cepat menuju energi bersih dan rendah karbon. Negara-negara di seluruh belahan bumi berkomitmen mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil demi menahan laju perubahan iklim.
Dalam konteks ini, daerah-daerah penghasil batubara seperti Kalsel dihadapkan pada satu tantangan besar bagaimana bertahan dan tetap tumbuh di tengah gelombang transisi energi global.
Jawabannya mulai terlihat. Dari tengah bayangan hitam batubara, muncul secercah harapan baru yakni emas hijau.
Bukan logam mulia, bukan pula hasil tambang, melainkan sumber daya alam terbarukan yang tumbuh di atas tanah, memberi kehidupan tanpa merusak alam. Salah satunya adalah pohon sengon.
Sengon, dikenal sebagai tanaman cepat tumbuh, menawarkan masa tanam singkat antara 5 hingga 7 tahun.
Ia tumbuh subur di berbagai jenis lahan, bahkan di lahan milik masyarakat yang selama ini tidak produktif. Dari pohon ini, lahirlah potensi industri baru pallet kayu berbahan sengon.
Tidak hanya ramah lingkungan, pallet kayu sengon juga membawa efek domino bagi ekonomi lokal. Petani memperoleh pendapatan dari menjual kayu.
Sedangkan pengrajin mendapat bahan baku untuk memproduksi pallet. Sektor logistik dan transportasi pun bergerak, menciptakan ekosistem ekonomi yang saling menguatkan.
Dan yang lebih penting, sengon bisa ditanam kembali. Ini bukan eksploitasi, melainkan siklus keberlanjutan. Alam tetap terjaga, ekonomi tetap bergerak.
Tak berhenti di sana, potensi energi terbarukan dari kayu juga hadir dalam bentuk lain yakni wood pellet.
Terbuat dari limbah kayu yang diolah menjadi butiran silinder kecil, wood pellet kini menjadi sumber energi alternatif di negara-negara beriklim dingin seperti Jepang, Korea Selatan, dan berbagai negara Eropa. Mereka menggunakannya sebagai bahan bakar pengganti batubara untuk pemanas ruangan.

Di Kalimantan Selatan, pengolahan wood pellet dipusatkan di Kabupaten Tanah Bumbu. Salah satu pemain utama adalah anak perusahaan dari PT Jhonlin Group, yang sedang mempersiapkan ekspor perdana ke pasar internasional.
Sebuah langkah penting dalam mengukuhkan posisi Kalsel dalam peta energi hijau dunia. Meski kontribusinya terhadap total ekspor nonmigas Kalsel baru sekitar 1,3 persen, peluang pertumbuhan wood pellet sangat besar.
Pemerintah daerah bahkan telah menyiapkan promosi ekspor ke Tiongkok pada September 2025, memanfaatkan musim dingin di negara tersebut dan kebutuhan mereka terhadap energi bersih yang murah dan praktis.
“Tiongkok adalah pasar potensial. Harga pelet kayu relatif kompetitif, dan tren global kini bergerak ke arah energi terbarukan,” ujar Ahmad Bagiawan, Kepala Dinas Perdagangan Kalsel.
Dengan pasokan bahan baku yang kini lebih stabil, berkat meningkatnya penanaman pohon sengon dan sejenisnya, Indonesia berpotensi menyaingi produsen besar Asia seperti Korea Selatan.
Pasar Eropa juga tak kalah menjanjikan. Kebijakan energi Uni Eropa mendorong penggunaan biomassa dan bahan bakar berkelanjutan.
Jika Kalsel mampu memastikan sertifikasi internasional dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan, produk wood pellet dari Banua berpeluang menembus pasar premium benua biru tersebut.
Meski peluang komoditas hijau terbuka lebar, kinerja ekspor Kalsel masih dibayangi tekanan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Kalsel pada Juni 2025 mencapai US$ 727,76 juta. Angka ini turun 11,54 persen dibanding Mei 2025 (US$ 822,66 juta). Penurunan lebih tajam terjadi dibanding Juni 2024 (US$ 893,14 juta), yakni 18,52 persen.
Secara kumulatif, total ekspor Januari hingga Juni 2025 tercatat US$ 4,78 miliar, turun 17,16 persen dibanding periode yang sama 2024 (US$ 5,78 miliar).
Komoditas ekspor terbesar masih didominasi bahan bakar mineral senilai US$ 534,17 juta (73,40%), diikuti lemak dan minyak hewani atau nabati US$ 158,75 juta (21,81%), karet dan barang dari karet US$ 14,31 juta (1,97%), kayu dan barang dari kayu US$ 11,68 juta (1,60%), serta berbagai produk kimia US$ 6,06 juta (0,83%).
Lima negara tujuan ekspor terbesar pada Juni 2025 adalah Tiongkok (US$ 182,10 juta atau 25,02%), India (US$ 115,84 juta atau 15,92%), Malaysia (US$ 80,25 juta atau 11,03%), Korea Selatan (US$ 57,71 juta atau 7,93%), dan Jepang (US$ 45,21 juta atau 6,21%).
Data diatas menunjukkan betapa dominannya batubara dalam struktur ekspor Kalsel. Oleh karena itu, upaya mendorong komoditas baru seperti wood pellet menjadi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada satu komoditas utama.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalsel, Fadjar Majardi, menyampaikan bahwa pihaknya siap mendukung promosi investasi hijau di daerah. Namun, setiap proyek harus diverifikasi agar benar-benar siap dan memiliki dampak nyata bagi masyarakat.
“Investor kini lebih tertarik pada proyek-proyek hijau yang berkelanjutan. Dan itu sejalan dengan arah pembangunan masa depan,” katanya.
Investasi hijau bukan sekadar strategi ekonomi. Ia membuka peluang kerja baru, meningkatkan keterampilan masyarakat, serta mendorong inovasi dan daya saing daerah. Terlebih, ini adalah bentuk nyata dari komitmen kita menjaga lingkungan bagi generasi mendatang.
Transformasi dari batubara ke komoditas hijau seperti sengon dan wood pellet memang bukan jalan yang mudah. Tapi ini adalah langkah penting dan tak terelakkan.
Dengan dukungan kebijakan yang konsisten, keterlibatan pelaku usaha, petani sebagai ujung tombak, dan dukungan pembiayaan yang kuat, masa depan hijau Kalimantan Selatan bukanlah angan-angan melainkan visi yang bisa diwujudkan.
Banua sedang bersiap meninggalkan masa kejayaan lama, dan membuka lembaran baru yang lebih hijau, berkelanjutan, dan menjanjikan. Dari emas hitam menuju emas hijau. Itulah jalan masa depan Kalimantan Selatan.(lokalhits)